Selamat Datang di LEKADnews, Media Informasi dan Interaktif Kerjasama Antardaerah Kab/Kota di Indonesia. Saran dan Pesan atau Komentarnya Sebelum Meninggalkan Situs ini....Info terkait Inisiasi Regional Management Hubungi Kami di 085215497331 atau Shar ke Website NGO Lekad di www.lekad.org...KERJASAMA JADI MUDAH DAN EFEKTIF...Terima Kasih.
LEKAD Sebagai lembaga yang telah berpengalaman dalam kajian, fasilitasi, publikasi dan pelatihan dibidang kerjasama daerah sejak 2005 menawarkan Pelatihan Pedoman Dasar Perencanaan Dan Pengembangan Kerjasama Antar Daerah Kewilayahan. Pelatihan ini akan diselenggarakana pada: Hari Rabu s/d Jumat 27-29 April 2011, Bertempat di Graha Wisata Kuningan, Jl. H.R Rasuna Said Kuningan, Jakarta_ Info Silakan Kontak Wilda (081314246402) atau H.Asrul Hoesein (085215497331) Terima Kasih.

Sabtu, 26 Maret 2011

Pengelolaan Sampah Regional Terpadu


Aplikasi Go Green N Organik>Bersih,Hijau, Mandiri_dok.Rul
Pengelolaan Sampah Regional Terpadu
(Regional Management Zero Waste)
Indonesia belum bisa lepas dari masalah sampah. Mulai dari penolakan warga masyarakat sekitar TPA dan bahkan TPS-TPS resmi dan liar, akibat kepulan asap dan bau menyengat yang ditimbulan pengolahan sampah saat ini hingga kejadian yang tidak pernah dilupakan, tragedi yang merenggut nyawa tak bersalah, hampir sering terjadi di beberapa TPA di Indonesia.
Sudah banyak upaya yang dilakukan, mulai pemilahan sampah di TPA, pengolahan menjadi pupuk dengan mendirikan rumah kompos termasuk dengan mengubahnya menjadi sumber energi (metan) namun akibat kurangnya prospek dari segi ekonomi, akhirnya perkembangannya masih jalan ditempat dan bahkan mati suri.
Masalah Persampahan di Kab/Kota di Indonesia semakin rumit saja, sementara sebagian besar pemda, benar dan fakta masih jalan di tempat dan deadline pengelolaan sampah “open dumping” semakin dekat (pemda kab/kota harus segera tinggalkan pada tahun 2013 sebagaimana perintah UU.No.18 tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah), tentu diharapkan sebuah terobosan (kerjasama segenap stakeholder dalam menciptakan sebuah sistem pengelolaan yang berpihak kepada masyarakat), melalui perubahan paradigma tentang kelola sampah, dimana masyarakat sebagai produsen sampah terbesar).
Hampir semua pemerintahan kab/kota tidak atau belum memiliki konsep dan perencanaan yang terpadu dalam pengelolaan sampah baik di TPA terlebih di TPS yang bernilai ekonomis. Perencanaan yang menggambarkan upaya pengurangan, pemanfaatan kembali, dan daur ulang, seperti konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycling) tidak berjalan dengan baik, sehingga sampah yang dihasilkan masyarakat semakin banyak setiap tahun tanpa terkendali.
Hal tersebut inilah sebagai dasar ide program pengelolaan sampah berbasis komunal dengan melibatkan langsung masyarakat (berkelompok) dalam pengelolaan sampahnya di tingkat TPS. Termasuk sebuah ide program “Pengelolaan Sampah Regional Terpadu (Regional Management Zero Waste) di tingkat kabupaten/kota pada TPA.
Solusi ini merupakan hasil karya (teknologi) anak bangsa, sebenarnya pemerintah kab/kota di Indonesia tidak perlu repot dan keluarkan uang banyak untuk mempergunakan SDM dan Teknologi bangsa asing (seperti selama ini yang dilaksanakan sebagian kab/kota di Indonesia, namun ujungnya mati suri juga, karena semua itu menggunakan biaya tinggi dan model konglomerasi) khususnya dalam mengelola atau mengantisipasi sampah kota. Seharusnya pakai SDM dan Teknologi sendiri yang murah, mudah pelaksanaan dan terlebih teknologi ini berpihak pada rakyat Indonesia sendiri serta ramah lingkungan.

Penyusunan Draf Rencana Strategi RM

Bentuk Kegiatan_dok.rul

Pengertian Rencana Strategis
Oxford Pocket Dictionary menjelaskan bahwa strategi merupakan seni perang, khususnya gerakan pasukan, kapal dan kekuatan lainnya menuju posisi yang layak, rencana tindakan atau kebijakan dalam bisnis, politik dan bidang lainnya (Craig and Grant, 2002). 
Keberhasilan penerapan rencana strategis di kalangan Militer Amerika Serikat meluas hingga kalangan bisnis pada tahun 1950. Perencanaan strategis meluas di kalangan Pemerintahan AS di kala embargo minyak yang dipelopori oleh Arab Saudi memaksa penggunaan konsep perencanaan strategis. Sejak saat itu, pemerintah AS mulai menerapkannya pada seluruh birokrasi pemerintahan dan pelayanan publik. 
Rencana Strategis atau yang sering dikenal dengan Renstra dapat dipahami sebagai konsep yang berisi berbagai strategi untuk mencapai suatu tujuan pembangunan di wilayah tertentu. Karena sifatnya strategis, maka konsep yang dimaksud memberikan arahan-arahan pembangunan tertentu. Dipandang dari aspek jangka waktu, maka arahan-arahan strategis dapat secara realistis diaplikasikan dalam kurun waktu 5 tahun. Dalam Inpres No. 7 Tahun 1999 ditambahkan pula bahwa Renstra mempertimbangkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Di dalamnya juga mengandung visi, misi, tujuan/sasaran, dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Perencanaan strategis berbeda dengan perencanaan jangka panjang. Secara substansi tidak ada perbedaan yang mencolok antara rencana strategis dengan rencana jangka panjang. Dalam  kenyataannya, rencana strategis pada dasarnya berorientasi pada rencana jangka panjang dan bersifat komprehensif.

Pendanaan Regional Management


Instrumen Struktural dan Non Struktural_dok.Rul
Regional Management merupakan salah satu bentuk kerjasama antar daerah dengan pola  intergovernment networking  (jejaring antar Pemerintah Daerah).  Aspek komunikasi lebih berperan dibandingkan dengan landasan instruksi koordinatif yang biasa dilakukan dalam konteks pembangunan hirarkis. Dalam membina dan memajukan RM, komunikasi yang terjalin dapat digunakan sebagai pemicu kesadaran tiap anggota dalam berperan serta dalam kemajuan RM. Peran tiap daerah dapat diwujudkan dalam bentuk sumber daya  manusia atau tenaga ahli, maupun dalam bentuk pendanaan.
Aspek dalam pendanaan sangat menentukan keberlanjutan eksistensi dalam suatu organisasi, demikian pula untuk Regional Management. Regional Management (RM) merupakan lembaga non-struktural sehingga pembiayaan awal sangat bergantung pada kesediaan tiap daerah anggota kerjasama untuk berkontribusi.  
LANDASAN HUKUM
Landasan hukum kerjasama antar daerah diantaranya:
-       Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
-       Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
-       Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Daerah
-       Permendagri No. 13 Tahun 2006 dan Permendagri No. 59 Tahun 2007 
-       PP No. 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan KAD
-       SE Mendagri NO. 900/2677/SJ – 8 NOP 2007

Skenario Kerja Sama Antardaerah (SKAD)

Proses Regionalisasi_dok.Rul
Paradigma pembangunan telah mengalami perubahan seiring dengan pemberlakuan Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Paradigma pembangunan di masa lalu dengan mekanisme  topdown lebih berfokus pada aspek teknis dan pengelolaan struktural hirarkis yang kurang berpengaruh terhadap kemajuan pembangunan. Paradigma pembangunan masa sekarang mencoba mencari alternatif inovasi dengan pola  pengembangan jejaring antar Pemerintah Daerah. 
Pemahaman dan pendekatan baru yang ada dalam kerja sama antardaerah di kalangan Pejabat Pemerintahan masih belum dipahami dengan baik sehingga dukungan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Propinsi terkait dengan adanya payung hukum pelaksanaan kerja sama  antardaerah belum memadahi. Hal ini membuat mekanisme kerja sama antardaerah diusahakan dengan inisiatif lokal menggunakan instrumen inovatif yang sesuai.
Pemahaman Dasar SKAD
SKAD (Skenario Kerja Sama Antardaerah) adalah sebuah metode sekaligus alat untuk mengidentifikasi kebutuhan kegiatan KAD yang  layak dan mendesak untuk dilakukan guna memberikan gambaran tentang  visi bersama yang dilakukan melalui proses partisipatif yang sistematis diantara para aktor dan stakeholder terkait. SKAD dirancang sesuai dengan prinsip dasar dan kebutuhan dinamika perencanaan pembangunan kontemporer yang kental dengan aspek efisiensi, peningkatan transparansi, partisipatif, komunikatif dan pencapaian yang efektif. Metode ini juga sesuai dengan pemanfaatan pola  strategic  planning, perencanaan kolektif, aktivasi kesadaran bersama (awareness) dan penguatan jejaring (networking) yang melekat pada pendekatan Regional Management.SKAD dapat digunakan untuk mempertajam fokus kegiatan atau menguji konsep KAD yang sedang ditempuh. SKAD dilakukan oleh fasilitator yang berpengalaman melalui sebuah lokakarya.  

Monitoring dan Evaluasi Regional Management

Paradigma Pembangunan Dulu dan Sekarang_dok.Rul
Monitoring adalah proses pengumpulan dan analisis informasi (indikator) yang sistematis dan kontinyu tentang proses dan pelaksanaan program, sehingga dapat dilakukan tindakan koreksi untuk penyempurnaan program selanjutnya. Tujuan pemantauan program adalah menjamin proses perumusan dan pelaksanaan program sesuai rencana. Pemantauan ini antara lain dicapai dengan kegiatan:
    Pengawasan kerja: membandingkan antara perencanaan dengan aplikasi;
  Pengawasan hasil pelaksanaan: membandingkan antara tujuan yang diharapkan dengan hasil yang ada di lapangan;
   Pengawasan dampak kegiatan: memeriksa apakah perubahan yang ada merupakan dampak dari langkah kebijakan tertentu;
  Pengawasan keuangan: tertib akuntansi dan kecocokannya dengan perencanaan yang disepakati

Instrumen Pelaksanaan RM

RM Barlingmascakeb_dok.Rul
Pelaksanaan Regional Management dalam kerangka komunikasi, kerja sama, dan koordinasi dapat diwujudkan melalui berbagai kegiatan. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk menguatkan kebersamaan dan efektivitas program dan kegiatan kerja sama antardaerah. Rasa kebersamaan dan kepemilikan program akan terjalin saat masing-masing aktor dapat saling berbagi dan menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Kegiatan komunikasi, kerja sama, dan koordinasi dalam implementasi RM dapat dilakukan dengan bantuan instrumen-intrumen yang efektif. Beberapa instrumen yang dapat mewakili komponen komunikasi, kerja sama, dan koordinasi yang baik antardaerah ini adalah:

Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah

Cara Kerjasama_dok.Rul
Bagi Provinsi, Kabupaten/Kota di Indonesia yang akan melakukan kerjasama, wajib mengacu pada PP No.50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah.

Berminat untuk Bekerjasama Antar Kab/Kota ??????

Download File

Silahkan login atau daftar untuk dapat mendownload file disini.

Perusahaan Anda Membutuhkan CSR yang Efektif?

Anda Butuh CSR_dok.Rul

Skenario CSR

Bila anda perusahaan swasta atau BUMN/D yang mengharapkan memiliki program CSR dengan orientasi pada hasil kegiatan yang berkelanjutan, memiliki 'kepemilikan yang tinggi' dari para stakeholders, tepat sasaran, sinergis dengan produk dan kegiatan perusahaan, sesuai visi dan filosofi perusahaan, transparan, memberikan citra dan nilai publisitas tinggi, maka S-CSR merupakan istrumen yang mutlak digunakan.

Apakah itu Skenario CSR?
Skenario CSR (S-CSR) adalah sebuah instrumen perencanaan Corporate Social Responsibility Program. Melalui instrumen perencanaan ini, maka konsep CSR perusahaan anda tidak hanya memenuhi kriteria normatif yang telah ditetapkan oleh pemerintah, namun juga kriteria esensial-produktif. Sejak identifikasi kebutuhan kegiatan sampai aspek pelaksanaannya terintegrasi pada tools CSR ini. Prosesnya dijalankan melalui mekanisme partisipatif yang sistematis diantara para aktor dan stakeholder terkait melalui fasilitator profesional yang berpengalaman.
Melalui pemanfaatan S-CSR, maka penentuan kegiatan akan lebih fokus dan sesuai dengan maksud, tujuan, peran dan fungsi masing-masing aktor yang terlibat dalam sebuah program CSR.

Instrumen Perencanaan RM

Instrument Perencanaan_dok.Rul
Regional Management merupakan istilah untuk mewakili proses pengelolaan sejumlah daerah otonom bertetangga ke dalam satu manajemen dengan tujuan tertentu yang ditetapkan bersama. Regional Management (RM) mengedepankan asas win-win solution  (musyawarah) ketimbang demokrasi. Masing-masing daerah anggota memiliki posisi yang sejajar (heterarkis) dalam pengambilan keputusan, sehingga hasil yang didapat adalah keputusan yang saling menguntungkan.
Perencanaan RM tidaklah mudah. Menyatukan sejumlah kepentingan daerah ke dalam satu kesimpulan yang dapat mewakili kesemuanya merupakan pekerjaan yang rumit. Masing-masing daerah otonom mempunyai potensi, permasalahan, dan tentunya kepentingan tersendiri. Yang disebut terakhir, kepentingan daerah, adalah faktor yang paling sering menimbulkan konflik antardaerah. Alih-alih bersinergi ke dalam sebuah pengelolaan bersama dalam bentuk RM, banyak daerah yang lebih memlilih sikap egois dikarenakan perbedaan kepentingan ini.
Dalam kasus seperti ini, diperlukan sebuah instrumen yang dapat menjembatani permasalahan daerah dalam bersinergi, khususnya memperkecil jurang perbedaan kepentingan antara daerah yang satu dengan yang lain. Daerah perlu lebih mengenal karakter daerah masing-masing dan daerah tetangga sebagai pondasi untuk bersinergi.
Beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mewujudkan sinergi antardaerah ini antara lain adalah:

Regional Marketing (RM)

Regional Marketing_dok.Rul
Sejak pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, transformasi budaya-perencanaan pembangunan dari sentralistik menuju desentralistik masih menemui berbagai kendala. Pendekatan  “top down” di masa lalu memang kurang membuka peluang bagi daerah untuk melakukan perencanaan yang penuh dengan inisiatif, kreativitas dan inovasi. Pola sentralistik ini juga tidak menyuburkan budaya perencanaan yang dialogis (partisipatif) serta memberdayakan segala potensi dan sumber daya yang ada di daerah. Hal inilah yang kini menjadi salah satu permasalahan yang signifikan menyangkut pembangunan pada umumnya. 
Ada yang beranggapan, bahwa “euforia otonomi” dalam hal ini terkesan justru membebani pelaksanaan pembangunan daerah itu sendiri, karena sering mengakibatkan daerah ‘terjebak’ pada egoisme lokal. Oleh sebab itu tanpa adanya kesadaran, kepedulian dan kapabilitas perangkat organisasi dalam rangka mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan pembangunan antar daerah, maka daerah akan sulit mengatasi masalah pembangunannya. 
Sesungguhnya seiring dengan tekanan Globalisasi dan implikasi negatif akibat kesulitan yang timbul berkenaan dengan penerapan Otonomi Daerah seperti tersebut, dapat diantisipasi dengan  menumbuh-kembangkan proses  Regionalisasi. Dalam konteks  Urban & Regional Planning sesuai dengan perubahan mendasar khususnya pada penggunaan pola desentralisasi saat ini, regionalisasi dapat digambarkan sebagai proses terbentuknya keterikatan antar  daerah otonom yang bertetangga hingga membentuk suatu kesatuan wilayah (region) melalui  kerjasama dan  koordinasi. Penggunaan strategi ini menjadi relefan, mengingat banyaknya keterbatasan daerah dalam menangani permasalahan pembangunannya sendiri.

Regional Management (RM)

Regional Management_dok.Rul
Sejak pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, transformasi budaya-perencanaan pembangunan dari sentralistik menuju desentralistik masih menemui berbagai kendala. Pendekatan  “top down” di masa lalu memang kurang membuka peluang bagi daerah untuk melakukan perencanaan yang penuh dengan inisiatif, kreativitas dan inovasi. Pola sentralistik ini juga tidak menyuburkan budaya perencanaan yang dialogis (partisipatif) serta memberdayakan segala potensi dan sumber daya yang ada di daerah. Hal inilah yang kini menjadi salah satu permasalahan yang signifikan menyangkut pembangunan pada umumnya.  Ada yang beranggapan, bahwa “euforia otonomi” dalam hal ini terkesan justru membebani pelaksanaan pembangunan daerah itu sendiri, karena sering mengakibatkan daerah ‘terjebak’ pada egoisme lokal. Oleh sebab itu tanpa adanya kesadaran, kepedulian dan kapabilitas perangkat organisasi dalam rangka mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan pembangunan antar daerah, maka daerah akan sulit mengatasi masalah pembangunannya.  Sesungguhnya seiring dengan tekanan Globalisasi dan implikasi negatif akibat kesulitan yang timbul berkenaan dengan penerapan Otonomi Daerah seperti tersebut, dapat diantisipasi dengan  menumbuh-kembangkan proses  Regionalisasi. Dalam konteks  Urban & Regional Planning sesuai dengan perubahan mendasar khususnya pada penggunaan pola desentralisasi saat ini, regionalisasi dapat digambarkan sebagai proses terbentuknya keterikatan antar-daerah otonom yang bertetangga hingga membentuk suatu kesatuan wilayah (region) melalui  kerjasama dan  koordinasi. Penggunaan strategi ini menjadi relefan, mengingat banyaknya keterbatasan daerah dalam menangani permasalahan pembangunannya sendiri.

Regionalisasi

Regional Management_dok.Rul

Sejak pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, transformasi budaya-perencanaan pembangunan dari sentralistik menuju desentralistik masih menemui berbagai kendala. Pendekatan  “top down” pada masa lalu memang kurang membuka peluang bagi daerah untuk melakukan perencanaan yang penuh dengan inisiatif, kreativitas dan inovasi. Pola sentralistik ini juga tidak menyuburkan budaya perencanaan yang dialogis (partisipatif) serta memberdayakan segala potensi dan sumber daya yang ada di daerah. Hal inilah yang kini menjadi salah satu permasalahan yang signifikan menyangkut pembangunan pada umumnya. 
Salah satu contoh nyata dari kesulitan transformasi budaya-perencanaan saat ini juga dapat diamati pada semakin panjangnya masa perencanaan proyek hingga tercapainya kesepakatan oleh pihak-pihak yang berkepentingan di daerah. Ada yang beranggapan, bahwa “euforia otonomi” dalam hal ini terkesan justru membebani pelaksanaan pembangunan daerah itu sendiri, karena sering mengakibatkan daerah ‘terjebak’ pada egoisme lokal.
Oleh sebab itu tanpa adanya kesadaran, kepedulian dan kapabilitas perangkat organisasi dalam  rangka mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan pembangunan antar daerah, maka daerah akan sulit mengatasi masalah pembangunannya.  Sesungguhnya seiring dengan tekanan Globalisasi dan implikasi negatif akibat kesulitan yang timbul berkenaan dengan penerapan Otonomi Daerah seperti tersebut diatas, dapat diantisipasi dengan menumbuh-kembangkan proses  Regionalisasi. Lebih lanjut pembahasan mengenai Regionalisasi akan dijelaskan dalam modul ini.

Regional Managemet dan Regional Marketing

Kerjasama Lebih Efektif_dok.Rul
Melihat berbagai permasalahan multikompleks dalam pembangunan di Indonesia saat ini, maka perlu adanya berbagai terobosan baru dalam upaya menggalang kekuatan pembangunan di daerah. Terobosan tersebut harus sesuai dan mencerminkan kebersamaan dan kepedulian bersama.
Di masa lalu pendekatan  top-down lebih mendominasi iklim pembangunan sehingga tidak banyak memberi peluang pada inisiatif, kreativitas, inovasi, dan kepentingan lokal. Akibatnya banyak hasil pembangunan tidak mencapai sasaran dan harapan secara umum. Budaya perencanaan sentralistik pada masa lalu hanya menyisakan sedikit ruang pada aspek komunikasi dan partisipasi yang sebenarnya justru dibutuhkan dalam memberdayakan segala potensi dan sumber daya daerah yang berorientasi pasar. 
Walaupun telah dilakukan upaya-upaya perbaikannya, pengaruh dan kontaminasi  pola lama terhadap konsepsi pembangunan pasca-UU. Nomor 32 Tahun 2004 hingga kini masih dapat ditemui. Hal inilah yang menjadi salah satu permasalahan mendasar bagi pembangunan yang berkeadilan dan mengedepankan persatuan serta kesatuan nasional.