Pertanian Organik Terpadu Peternakan_dok.Rul |
Ketahanan pangan (food security) merupakan unsur penting dari ketahanan nasional di bidang ekonomi, yaitu menyangkut ketersediaan pangan (availability), keterjangkauan (accessibility), konsumsi (consumption), keamanan (security), dan keberlanjutan (sustainability) penyediaannya.
Dari sisi produksi, kebijakan pembangunan pertanian yang diterapkan selama ini lebih berorientasi pada pencapaian target produksi dalam jangka pendek dan jangka menengah yaitu diantaranya melalui intensifikasi usahatani monokultur dengan masukan pupuk dan pestisida sintetis yang tinggi serta penggunaan bibit unggul yang mempunyai respon tinggi terhadap masukan air dan pupuk.
Penerapan teknologi tersebut telah berhasil meningkatkan produksi terutama padi sehingga dapat tercapai swasembada dan memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Namun demikian, apabila pengelolaannya tidak lagi dengan cara budidaya yang baik dapat berpengaruh negatif pada pencapaian ketersediaan, keamanan serta keberlanjutan pangan itu sendiri dalam jangka panjang.
Sebagai negara yang dianugerahi kekayaan keanekaragaman hayati tropika yang unik, serta kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, seharusnya
Indonesia mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan (sustainable) bagi masyarakatnya. Untuk mewujudkan itu, pilihan kebijakan yang selama ini dilakukan perlu disesuaikan agar mampu menyelesaikan sejumlah masalah yang berkaitan dengan penurunan ketersediaan (availability), keberlanjutan (sustainability), keterjangkauan (accessibility), dan keamanan (safety) pangan.
Sistem Pengairan Sawah Manual_dok.Rul |
Dari sisi penyediaan pangan, data menunjukkan bahwa produktivitas sebagian besar lahan pertanian sudah cenderung menurun dan tidak lagi responsif terhadap pemupukan. Hal ini terjadi antara lain akibat usahatani monokultur dengan masukan pupuk dan pestisida sintetis yang sangat tinggi serta dengan sistem pengelolaan yang kurang tepat.
Data menunjukkan bahwa dari tahun 1980 hingga tahun 1990 produktivitas padi meningkat 40,2 % sejalan dengan meningkatnya pemakaian pupuk sebesar 50,3 % dan pestisida sebesar 97,7 %.
Puncak dari keberhasilan peningkatan produktivitas padi terjadi pada tahun 1984, dimana pada saat itu Indonesia telah mengukir sejarah karena mampu berswasembada beras. Namun, produktivitas padi dari 1990 ke tahun 1999 mengalami penurunan sebesar 3,9 % walaupun pemakaian pupuk masih meningkat sebesar 3,47 % dan pemakaian pestisida meningkat sebesar 74,42 %. Ini menunjukkan bahwa lahan sawah sudah tidak respon lagi terhadap masukan pupuk dan pestisida. Fenomena ini menunjukkan bahwa kelestarian produktivitas lahan perlu dipertahankan dengan menerapkan cara-cara budidaya yang lebih bijaksana.
Adanya fenomena pemiskinan tanah pertanian tersebut dapat dilihat pada hasil penelitian Karama (1990) yang menunjukkan bahwa pada tahun 1990 luas tanah sawah di Jawa dan beberapa daerah lumbung pangan di luar Jawa yang mempunyai kandungan bahan organik kurang dari 1 % sudah mencapai 65 %. Pada tahun 1999 luas tanah sawah yang kandungan bahan organiknya kurang dari 1 % tersebut bahkan telah meningkat menjadi 80 %. Untuk mencapai tingkat produksi yang sama, tanah-tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 1 % ini memerlukan input 100 % lebih tinggi dibandingkan dengan tanah-tanah yang kandungan bahan organiknya di atas 2,5 % (Karama, 2000). Jika hal ini terus dibiarkan maka bukan mustahil kalau pada akhirnya keberlanjutan penyediaan pangan jangka panjang akan terancam.
Dari sisi keterjangkauan pangan, menurunnya pendapatan petani sebagai akibat meningkatnya biaya produksi yang tidak selaras dengan harga jual produk hasil pertanian serta adanya krisis ekonomi, telah menambah jumlah keluarga miskin yang kurang mampu menjangkau pangan yang cukup dan berkualitas.
Dari aspek konsumsi dan keamanan pangan, pengalaman selama ini menunjukkan bahwa penggunaan bahan kimia sintetis yang berlebihan dalam produksi pertanian justru menurunkan kualitas pangan hasil pertanian sehingga tidak aman untuk dikonsumsi.
Karena itu, banyak kasus produk pertanian Indonesia yang ditolak di pasar internasional karena mengandung pestisida di atas Batas
Minimum Residu (BMR) yang ditetapkan Negara tujuan ekspor. Untuk menjawab permasalahan tersebut di atas, diperlukan modifikasi strategi pembangunan dan pilihan teknologi agribisnis yang lebih berorientasi pada penyediaan pangan yang tetap tinggi, berkualitas dan berkelanjutan, menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dengan tujuan akhir meningkatkan ketahanan pangan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu pilihan teknologi yang tepat untuk diterapkan diantaranya adalah sistem pertanian organik.
Catatan:
Sebaiknya pemerintah kab/kota di Indonesia mengembangkan agrowisata dalam mendukung pengembangan ekonomi rakyat dan pariwisata Indonesia. Paling bijak adalah melalui Regionalisasi antar kab/kota demi efisiensi dan efektifitas pembangunan dan pengelolaan. Kami dari Tim Manajemen Lekad (NGO) bersedia menginisiasi dalam pembentukan dan pendampingan program dan teknologi termasuk pemasaran produk dari eko-wisata tersebut.
Silakan email ke Klik di SINI atau kontak di 085215497331
(by: H.Asrul Hoesein_Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri dan P4S Pelangi Kota Manado)
Regionalisasi (kerjasama antardaerah) dalam pengelolaan sampah. Konsep Pengelolaan Sampah Regional Terpadu atau Pertanian Terpadu Bebas Sampah (Integrated Farming Zero Waste) oleh Gerakan Indonesia Hijau (GIH) Foundation bekerjasama dengan NGO Lekad (Baca di LekadNews dan Klik di SINI atau Klik di SINI).
Atau membutuhkan konsep riel Regionalisasi Persampahan ini bisa email ke Klik di SINI atau di SINI atau kontak person ; 085215497331 (GIH Foundation^LekadNews). Dan regionalisasi (kerjasama antardaerah) silakan shar website LekAd Klik di SINI.atau GIH Foundation Klik di SINI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan dan Partisipasinya di Lekad News....Sukses untuk Anda