Selamat Datang di LEKADnews, Media Informasi dan Interaktif Kerjasama Antardaerah Kab/Kota di Indonesia. Saran dan Pesan atau Komentarnya Sebelum Meninggalkan Situs ini....Info terkait Inisiasi Regional Management Hubungi Kami di 085215497331 atau Shar ke Website NGO Lekad di www.lekad.org...KERJASAMA JADI MUDAH DAN EFEKTIF...Terima Kasih.
LEKAD Sebagai lembaga yang telah berpengalaman dalam kajian, fasilitasi, publikasi dan pelatihan dibidang kerjasama daerah sejak 2005 menawarkan Pelatihan Pedoman Dasar Perencanaan Dan Pengembangan Kerjasama Antar Daerah Kewilayahan. Pelatihan ini akan diselenggarakana pada: Hari Rabu s/d Jumat 27-29 April 2011, Bertempat di Graha Wisata Kuningan, Jl. H.R Rasuna Said Kuningan, Jakarta_ Info Silakan Kontak Wilda (081314246402) atau H.Asrul Hoesein (085215497331) Terima Kasih.

Sabtu, 02 April 2011

Permasalahan Pertanian Organik di Indonesia (7)

Pupuk Organik Mendukung Pertanian Organik_dok.Rul
Berdasarkan perkembangan pertanian organik periode tahun 2001 hingga 2006, ditemui beberapa permasalahan yang terkait dengan budidaya, sarana produksi, pengolahan hasil, pemasaran, sumber daya manusia, kelembagaan dan regulasi.

a. Budidaya
Permasalahan yang berkaitan dengan budidaya pertanian organik antara lain :
1. Luas lahan yang menerapkan sistem pertanian organik relatif kecil dan terletak di sekitar lahan budidaya non organik (konvensional).

Lahan yang digunakan untuk budidaya pertanian organik secara umum relatif kecil dibandingkan dengan lahan yang digunakan untuk budidaya pertanian non organik (konvensional). Hal ini terkait dengan kepemilikan lahan petani yang kecil sehingga ketika petani tersebut merubah sistem budidayanya menjadi pertanian organik,  luas lahan yang digarap atau diusahakan hanya seluas lahan yang dimilikinya.

Demikian halnya dengan lahan yang diusahakan oleh kelompok tani organik, luasannya masih kecil karena tidak semua anggota dalam kelompok tani tersebut merubah budidaya pertaniannya dari konvensional ke organik.

Kecilnya lahan yang diusahakan, juga terbentur pada lokasi lahan yang berada di sekitar lokasi atau di tengah lokasi budidaya pertanian konvensional. Posisi lokasi seperti ini menimbulkan beberapa kerawanan dalam menjalankan budidaya pertanian organik dan menjaga status organik lahan, air serta produk yang dihasilkan. Besar kemungkinkan, lahan yang diusahakan secara organik terkena pencemaran pestisida kimia, pupuk kimia dan cemaran bahan kimia lainnya dari pertanian konvensional melalui air dan udara.

Perkebunan Hortikultura_dok.Rul
2. Sumber air yang ada sudah tercemar pupuk, pestisida dan bahan kimia lainnya.

Sumberdaya air sangat berperan dalam menunjang keberhasilan usaha pertanian, tidak terkecuali pertanian organik. Budidaya pertanian organik memiliki kekhasan yaitu dengan dipersyaratkannya minimal cemaran dari bahan-bahan kimia sintetis yang berasal dari lingkungan sekitar.

Berkaitan dengan sumber daya air, saat ini kondisi sumber air di sentra-sentra pertanian telah tercemar bahan kimia sintetis seperti pupuk dan pestisida kimia. Kondisi ini menjadi masalah bagi petani organik, karena untuk mendapatkan air yang bebas atau minimal bahan pencemar harus dilakukan dengan cara:

a)    mencari sumber air alternatif seperti sumur bor;
b)   membuat saluran air dari bagian hulu sungai;
c)    mengolah air terlebih dahulu dengan cara mengendapkan atau memberi perlakuan agar dihasilkan air yang sudah tidak tercemar.

Usaha-usaha untuk mendapatkan air yang sesuai dengan syarat pertanian organik memerlukan biaya, sehingga menyebabkan biaya produksi pertanian organik meningkat.

3. Kawasan lahan budidaya berada jauh dari akses transportasi.

Salah satu lokasi yang sesuai untuk budidaya pertanian organik adalah di daerah yang masih minim pencemaran lingkungannya. Lokasi seperti ini biasanya berada jauh dari akses transportasi. Padahal transportasi merupakan salah satu sarana untuk mendistribusikan sarana pertanian dan membawa hasil pertanian organik.

Minimnya akses transportasi pada lokasi-lokasi yang memenuhi syarat untuk budidaya pertanian organik (karena minim pencemaran lingkungan) menimbulkan beberapa implikasi lanjutan antara lain : (a). sulitnya mendistribusikan bahan input atau sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida organik, benih, dan peralatan kerja; (b). sulitnya membawa hasil/produk pertanian organik dari lahan ke pasar; (c). mahalnya biaya untuk transportasi dari dan ke lokasi budidaya pertanian organik.

 4. Benih Organik belum cukup tersedia

Minimnya benih organik disebabkan karena institusi penghasil benih (kelompok tani atau perusahaan benih) belum memproduksi benih organik. Oleh karena itu benih yang digunakan oleh petani organik, saat ini pada umumnya masih berupa benih konvensional. 

5. Tidak semua varietas adaptif terhadap budidaya pertanian organic

Pola budidaya pertanian organik lebih mengutamakan daya adaptif tanaman/varietas terhadap kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Beberapa varietas tidak cukup adaptif terhadap pola budidaya dan kondisi lingkungan yang tercipta oleh sistem ini. Hal ini dikarenakan varietas tersebut telah dikondisikan untuk adaptif pada pupuk kimia, pestisida kimia dan perlakuan budidaya lainnya secara konvensional.

6. Sulit mencari petakan lahan untuk budidaya.

Tidak semua lokasi memenuhi syarat untuk dijadikan lokasi pertanian organik, karena ketidaksesuaian kondisi lingkungan mikro dan makro. Kondisi lingkungan tersebut meliputi: kualitas air, konversi lahan, lingkungan sekitar lokasi budidaya.

7. Serangan hama/penyakit tanaman

Keberhasilan usaha pertanian organik juga terkait dengan faktor nutrisi tanaman dan gangguan/serangan hama dan penyakit tanaman. Kondisi yang terjadi saat ini, faktor nutrisi tanaman telah dapat diatasi dengan baikdengan dihasilkannya beragam nutrisi tanaman yang berstatus organik. Lain halnya dengan bahan untuk pengendalian hama dan penyakit tanaman masih sedikit dan terbatas pada jenis hama dan penyakit tertentu. Kondisi ini menyebabkan masih tingginya serangan hama dan penyakit tanaman yang belum bisa diatasi oleh pelaku pertanian organik.

8. Penyakit hewan 

Penyakit hewan saat ini meningkat kejadiannya dan jenis penyebabnya. Penyakit hewan ini juga menginfeksi ternak yang dibudidayakan secara organik. Diperlukan jenis obat dan vitamin yang memenuhi kriteria organik untuk menjaga kesehatan dan mengobati penyakit hewan. Saat ini jenis obat dan vitamin hewan tersebut belum tersedia secara luas.

9. Adaptasi dan Perawatan

Ternak besar memerlukan adaptasi yang relatif lama untuk dapat menyesuaikan diri dengan pola budidaya ternak organik. Adaptasi ini diperlukan untuk menyesuaikan jenis pangan, vitamin, obat dan sistem perawatan dalam peternakan organik. Ternak tersebut juga memerlukan perawatan yang intens sebagai budidaya secara organik.

b. Sarana Produksi 
Permasalahan yang berkaitan dengan sarana produksi pertanian organik antara lain :
(1) Belum tersedia secara merata pupuk kompos/pupuk organik.
(2) Pupuk organik digunakan pada pertanian organik untuk memperkaya hara dalam tanah dan menyehatkan tanaman. Pupuk organik dapat berupa pupuk padat (kompos) atau pupuk cair yang digunakan untuk daun atau buah. Sebaran usaha pertanian organik yang luas belum ditunjang oleh produksi dan distribusi pupuk organik.
(3) Belum banyak tersedia pestisida organik untuk hama/penyakit tanaman
Sama halnya dengan pupuk organik, penyediaan pestisida organik juga mengalami kendala dalam hal produksi, jenis hama dan penyakit tanaman yang dapat dikendalikan, serta distribusinya ke masyarakat/petani organik.
(4) Belum banyak obat hewan organik.
Obat hewan dengan status obat hewan organik belum banyak tersedia dipasaran, hal ini akan menyulitkan peternak organik untuk merawat dan meningkatkan kesehatan ternaknya.
(5) Perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang bebas dari bahan agrokimia sintetis
(6) Harga sarana produksi organik relatif lebih mahal dan tingkat ketersediaannya di pasar terbatas
Teknologi penyediaan sarana produksi organik belum tersedia dengan mudah di tingkat lapangan/petani.

c. Pengolahan
Permasalahan yang berkaitan dengan pengolahan pangan organik antara lain :
(1) Peralatan masih digunakan bersama untuk mengolah pangan organik dan non organik. Hal ini karena petani/peternak tidak memiliki kemampuan untuk menyediakan peralatan yang khusus digunakan untuk pengolahan pangan organik.
(2) Belum banyak produk pangan organik olahan. Saat ini dipasaran lebih banyak dijumpai pangan organik segar. Masih sedikit pangan organik yang telah diolah, sehingga konsumen masih memiliki keterbatasan untuk mengkonsumsi/memilih produk pangan olahan organik.
(3) Belum banyak informasi mengenai pengolahan pangan organik. Informasi mengenai pengolahan pangan organik belum banyak dihasilkan dan disosialisasikan.
(4) Minimnya ketersediaan bahan pembantu (pemanis, pewarna, pengawet) dalam pengolahan pangan organik.  Pengolahan pangan organik memerlukan bahan tambahan pangan berupa pemanis, pewarna atau pengawet. Dalam hal pangan organik maka diperlukan bahan-bahan tersebut yang berkategori boleh digunakan untuk pengolahan pangan organik. Saat ini ketersediaan bahan tambahan pangan tersebut dipasaran masih sangat terbatas.
(5) Keterbatasan bahan kemasan yang memenuhi syarat untuk pangan organik. Pangan yang telah diolah perlu dikemas dalam kemasan yang dapat menjaga kualitas pangan. Kemasan yang masuk dalam kategori kemasan organik masih sedikit tersedia dipasaran.

d. Pemasaran
Permasalahan yang berkaitan dengan pemasaran pangan organik antara lain:
(1)     Minimnya pengetahuan teknis dan jalur-jalur pemasaran yang dikuasai oleh pelaku pengusaha organik
(2)     Jalur-jalur pemasaran pangan organik masih sedikit dan menganut pemasaran konvensional, sehingga berisiko untuk tercampur dengan pangan non organik.
(3)     Mahalnya biaya transportasi pangan organik. Lokasi yang jauh dan minimnya sarana transportasi menyebabkan biaya transportasi/distribusi pangan organik dari lahan ke pasar menjadi tinggi.
(4)     Minimnya tempat yang khusus dan memenuhi syarat untuk menjual pangan organik.
(5)     Produsen atau pemasar pangan organik belum seluruhnya menggunakan tempat yang dikhususkan untuk memasarkan pangan organik. Masih terdapat pangan organik yang dipasarkan bersama-sama dengan pangan an-organik.
(6)     Tempat pemasaran produk organik masih sedikit. Pemasaran pangan organik masih terkonsentrasi di kawasan tertentu, belum menyebar secara merata di setiap wilayah konsumen.
(7)     Mahalnya  listing fee untuk setiap produk yang akan dipasarkan di supermarket. 
(8)     Produsen pangan organik umumnya petani atau kelompok tani yang tidak terlalu kuat secara finansial. Pemasaran menggunakan jaringan supermarket dapat meningkatkan volume penjualan, namun terkendala oleh biaya listing fee yang cukup tinggi dan sistem pembayaran dalam jangka waktu cukup lama di belakang.
(9)     Kemasan kurang menarik. Pangan organik yang dipasarkan belum dikemas secara baik dan menarik, sehingga masih memunculkan kesan yang kurang menarik.
(10)     Produk lokal/dalam negeri bersaing dengan produk impor. Produk impor pangan organik mulai banyak diperdagangkan di Indonesia. Produk impor lebih banyak produk pangan organik olahan dan diperdagangkan di tempat-tempat (supermarket) berjaringan internasional.
(11)     Produk yang dipasarkan belum memiliki sertifikat organik
(12)     Belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik 
(13)     Belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut

e. Sumberdaya Manusia
Permasalahan yang berkaitan dengan sumber daya manusia untuk pengembangan  pertanian organik antara lain : Minimnya jumlah sumber daya manusia yang mempunyai kompetensi dalam bidang pertanian organik, baik petugas pembina, peneliti dan inspektur pertanian organik maupun pelaku usaha/petani

f. Kelembagaan
Permasalahan yang berkaitan dengan kelembagaan pertanian organik meliputi :
(1)    Kelembagaan sertifikasi . Lembaga sertifikasi pangan organik yang terakreditasi (2007) baru ada  1 perusahaan (instansi)  yaitu PT. Sucofindo. Minimnya lembaga sertifikasi ini menyebabkan masih mahalnya biaya sertifikasi.
(2)    Kelembagaan di tingkat petani. Kelembagaan di tingkat petani masih lemah. Pertanian organik sebaiknya dikelola dalam bentuk kelompok tani untuk meningkatkan luasan area pertanian organik, kemudahan penyediaan sarana produksi dan pemasarannya.
(3)    Kelembagaan di tingkat pusat. Kelembagaan di tingkat pusat belum bersinergi dengan baik untuk menghasilkan kebijakan dan implementasi program secara terencana dan terkoordinasi dengan baik.
(4)    Kelembagaan di tingkat daerah. Di tingkat daerah, kelembagaan yang menangani pangan organik baik milik swasta maupun pemerintah belum banyak terbentuk, sehingga menyebabkan pengembangan pangan organik masih berjalan secara parsial.

g. Regulasi dan Pedoman 
Permasalahan yang berkaitan dengan regulasi pertanian organik antara lain :
 (1)     Regulasi masih bersifat umum.
 (2)     Regulasi pangan organik masih bersifat umum berupa SNI.
 (3)     Sistem Pangan Organik dan masih sedikit regulasi yang bersifat khusus yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pertanian organik.
 (4)     Minimnya panduan/regulasi yang bersifat teknis dan praktis. Masih terbatas regulasi teknis dan praktis yang berkaitan dengan pertanian/pangan organik menyebabkan terjadinya perbedaan dalam aplikasi usaha pertanian/pangan organik.
 (5)     Belum tersebarnya/tersosialisasi regulasi dan pedoman yang telah ada secara luas dan merata.


Catatan: 
Sebaiknya pemerintah kab/kota di Indonesia mengembangkan agrowisata dalam mendukung pengembangan ekonomi rakyat dan pariwisata Indonesia. Paling bijak adalah melalui Regionalisasi antar kab/kota demi efisiensi dan efektifitas pembangunan dan pengelolaan. Kami dari Tim Manajemen Lekad (NGO) bersedia menginisiasi dalam pembentukan dan pendampingan program dan teknologi termasuk pemasaran produk dari eko-wisata tersebut.

Silakan email ke Klik di SINI atau kontak di 085215497331

 (by: H.Asrul Hoesein_Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri dan P4S Pelangi Kota Manado)

Regionalisasi (kerjasama antardaerah) dalam pengelolaan sampah. Konsep Pengelolaan Sampah Regional Terpadu  atau Pertanian Terpadu Bebas Sampah (Integrated Farming Zero Waste) oleh Gerakan Indonesia Hijau (GIH) Foundationhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif bekerjasama dengan NGO Lekad (Baca di LekadNews dan Klik di SINIhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif atau Klik di SINIhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif).
Atau membutuhkan konsep riel Regionalisasi Persampahan ini bisa email ke Klik di SINI atau di SINI atau kontak person ; 085215497331 (GIH Foundationhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif^LekadNewshttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif). Dan regionalisasi (kerjasama antardaerah) silakan shar website LekAd Klik di SINIhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif.atau GIH Foundation Klik di SINI.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Kunjungan dan Partisipasinya di Lekad News....Sukses untuk Anda