Selamat Datang di LEKADnews, Media Informasi dan Interaktif Kerjasama Antardaerah Kab/Kota di Indonesia. Saran dan Pesan atau Komentarnya Sebelum Meninggalkan Situs ini....Info terkait Inisiasi Regional Management Hubungi Kami di 085215497331 atau Shar ke Website NGO Lekad di www.lekad.org...KERJASAMA JADI MUDAH DAN EFEKTIF...Terima Kasih.
LEKAD Sebagai lembaga yang telah berpengalaman dalam kajian, fasilitasi, publikasi dan pelatihan dibidang kerjasama daerah sejak 2005 menawarkan Pelatihan Pedoman Dasar Perencanaan Dan Pengembangan Kerjasama Antar Daerah Kewilayahan. Pelatihan ini akan diselenggarakana pada: Hari Rabu s/d Jumat 27-29 April 2011, Bertempat di Graha Wisata Kuningan, Jl. H.R Rasuna Said Kuningan, Jakarta_ Info Silakan Kontak Wilda (081314246402) atau H.Asrul Hoesein (085215497331) Terima Kasih.

Jumat, 01 April 2011

Penentuan Lokasi TPA Sesuai SNI

Denah Lokasi TPA Pola Inti Plasma_dok.Rul
Pemerintah kabupaten da kota di Indonesia, selain diharapkan mampu mengoptimalisasi fungsi Tempat Pembuangan sampas Sementara (TPS) melalui partisipasi atau melibatkan langsung masyarakat khususnya yang berada di sekitar areal TPS (basis komunal). Diharapkan dalam penentuan lokasi TPA sampah, berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan beberapa pertimbangan-pertimbangan antara lain; 
1.    TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut;
2.    Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu : pertama, Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.  kedua, Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional.  Ketiga, Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang.
3.    Dalam hal suatu wilayah belum bisa memenuhi tahap regional, pemilihan lokasi TPA Sampah ditentukan berdasarkan skema pemilihan lokasi TPA sampah ini dengan kriteria pemilihan lokasi TPA sampah dibagi menjadi tiga bagian ;  


A.  Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak
layak sebagai berikut ;
1)    Kondisi geologi
a.    Tidak berlokasi di zona holocene fault
b.    Tidak boleh di zona bahaya geologi
2)    Kondisi hidrogeologi
a.    Tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter b. Tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det
b.    Jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran
c.     Dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus diadakan masukan teknologi.
3)    Kemiringan zona harus kurang dari 20 %
4)    Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
5)    Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun.

A.   Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu teridiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut ;
1)    Iklim
a.    Hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik
b.    Angin : arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai makin baik.
2)    utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik
3)    Lingkungan biologis
a.    Habitat : kurang bervariasi dinilai makin baik
b.    Daya dukung : kurang menunjang kehidupan flora dan fauna, dinilai makin baik.
4)    ketersediaan tanah
a.    Produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi
b.    Kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik
c.     Ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik
d.    Status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik.
5)    Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik
6)    Batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakin baik
7)    Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
8)    Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik
9)    Estetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik 10) ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik.

B.    Produk yang dihasilkan
Produk yang dihasilkan sebagai berikut :
1)    Tahap regional yaitu peta dasar skala 1 : 25.000, yang berisi :
a.    Centroid sampah yang terletak di wilayah tersebut
b.    Kondisi hidrogeologi
c.     Badan-badan air
d.    Tpa sampah yang sudah ada
e.    Pembagian zona-zona
·      Zona 1 = zona tidak layak
·      Zona 2 = zona layak untuk tpa sampah kota
2)    Tahap penyisih yaitu rekomendasi lokasi TPA sampah kota dilengkapi :
a.    Peta posisi calon-calon lokasi yang potensial
b.    Peta detail dengan skala 1 : 25.000 dari sedikitnya 2 lokasi yang terbaik
3)    Tahap penetapan yaitu keputusan penetapan lokasi TPA sampah kota. 
Pemilihan lokasi perlu mempertimbangkan aspek-aspek penataan ruang sebagai berikut :
1.    Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan daerah perkotaan (Urbanized Area).
2.    Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong pengembangannya (Urban Promotion Area)
3.    Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju perkotaan/daerah padat.
Selain hal-hal tersebut di atas, perencanaan TPA sampah perkotaan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.    Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana pemanfaatan lahan bekas TPA.
2.    Kemampuan ekonomi pemerintah daerah setempat dan masyarakat, untuk menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara ekonomis, teknis dan lingkungan.
3.    Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis  tanah, kondisi badan air sekitarnya, pengaruh pasang surut, angin iklim, curah hujan, untuk menentukan metode pembuangan akhir sampah.
4.    Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana jalan masuk TPA.
5.    Rencana TPA di daerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan terjadinya longsor.
6.    Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA.    
7.    Sampah yang dibuang ke TPA harus telah melalui pengurangan volume sampah sedekat mungkin dengan sumbernya (oftimalisasi fungsi TPS).
8.    Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang bukan berasal dari industri, rumah sakit yang mengandung B3.
9.    Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu melaksanakan model TPA Terpadu Regional (Regionalisasi Pengelolaan Sampah) serta perlu adanya institusi pengelola  kebersihan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara memadai.
10. Aksesibilitas jalan menuju TPA sampah harus tersedia guna memudahkan kendaraan pengangkut membuang limbah/sampah sampai ditempatnya, kebutuhan lahan yang relatif cukup luas disesuaikan dengan konsep pengelolaan TPA sampah misalnya Buffer zone untuk menghindari dampak dari bau, kebisingan, lalat dan vektor penyakit dengan ditanami pohon pelindung dengan ketebalan berkisar  antara 20 m sampai dengan 50 m dari batas luar daerah operasional TPA yang didukung dengan penanaman jenis pohon yang cepat tumbuh dalam waktu 1 tahun mencapai 4 m, dan tidak mudah patah akibat pengaruh angin misalnya sengon, mahoni, tanjung dan lain-lain dengan kerapatan/jarak antar pohon 2 m. Selain itu ditetapkan pula  Free Zone yang merupakan zona bebas dimana kemungkinan masih dipengaruhi leachate, sehingga harus merupakan Ruang Terbuka Hijau dan apabila dimanfaatkan disarankan bukan merupakan tanaman pangan, dengan ketebalan 50 sampai dengan 80 m dari batas luar buffer zone, sehingga TPA sampah dapat difungsikan secara terpadu dengan pengelolaannya, sistem pengolahan limbah organik dan non organik dilakukan secara terpisah agar setiap dampak/implikasi limbah dapat disortir sesuai dengan sifat dan jenisnya sehingga dapat diketahui limbah yang mengandung B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) disertai penanganannya, pengolahan limbah juga harus memperhatikan dampak terhadap lingkungan seperti air buangan dari limbah organik, materi limbah padat yang tidak dapat diolah atau didaur ulang sehingga perlu penanganan pemusnahan, pemisahan limbah padatpun harus sesuai dengan sifat dan jenis limbah tersebut. Pendekatan pengelolaan sampah yang berasal dari limbah organik dengan cara diproses menjadi pupuk atau kompos, merupakan pendekatan yang perlu pula menjadi alternatif pilihan pengelolaan limbah, karena dapat memberikan nilai tambah baik secara ekologis, psikologis dan ekonomis.   
Oleh karenanya pula dengan mengacu pada PP 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum yang di dalamnya mengatur masalah persampahan (bagian ketiga pasal 19-22), bahwa penanganan sampah yang memadai perlu dilakukan untuk perlindungan air baku air minum dan secara tegas dinyatakan bahwa TPA sampah wajib dilengkapi dengan zona penyangga dan metoda pembuangan akhirnya dilakukan secara  sanitary landfill untuk kota besar dan metropolitan dan  controlled landfill untuk kota kecil dan sedang. Selain itu perlu pula dilakukan pemantauan kualitas hasil pengolahan leachate secara berkala. 
Perhatian terhadap kelestarian lingkungan melalui penanganan dan pengelolaan TPA sampah yang baik menjadi hal penting, TPA sampah yang didesain sesuai dengan ketentuan dapat difungsikan pula menjadi kawasan hijau sehingga sejalan dengan kebijakan penataan ruang yang menerapkan ketentuan bahwa setiap wilayah/kawasan menyediakan RTH minimal sebesar 30 % dari luas wilayah/kawasan tersebut. RTH yang tersedia bukan hanya mengandung nilai-nilai estetika tetapi juga mengandung nilai psikologis bagi masyarakat.
Dapat dibayangkan apabila setiap kawasan permukiman, perkotaan dan kota-kota besar bahkan Metropolitan tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk taman bermain, kesegaran udara, dan keindahan lingkungan bagi masyarakat maka yang terjadi adalah lingkungan permukiman kumuh, sensitivitas masyarakat sangat tinggi, polusi udara yang berpengaruh pada psikologis dan lingkungan yang tidak asri karena tidak adanya penghijauan.
Catatan
-       Rencana Tata Ruang (RTR) berperan mengintegrasikan kebijakan pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan.
-       Penentuan lokasi TPA sampah harus mengacu pada RTR dan ketentuan lainnya yang terkait.
-       Penataan Ruang sebelum dan sesudah penyelenggaraan TPA sampah perlu dikendalikan secara ketat dan konsisten. 
-       Penilaian Adipura atau penilaian kebersihan dalam bentuk lainnya, harus mengikuti kriteria SNI TPA tersebut diatas. Sebagaimana fakta dan data, hampir semua TPA di Indonesia belum memenuhi standar SNI tersebut.

By: H.Asrul Hoesein
Tim Manajemen Lekad

Regionalisasi (kerjasama antardaerah) dalam pengelolaan sampah. Konsep Pengelolaan Sampah Regional Terpadu  atau Pertanian Terpadu Bebas Sampah (Integrated Farming Zero Waste) oleh Gerakan Indonesia Hijau (GIH) Foundationhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gifbekerjasama dengan NGO Lekad (Baca di LekadNews dan Klik di SINIhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif atau Klik di SINIhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif).
Atau membutuhkan konsep riel Regionalisasi Persampahan ini bisa email ke Klik di SINI atau di SINI atau kontak person ; 085215497331 (GIH Foundationhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif^LekadNewshttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif). Dan regionalisasi (kerjasama antardaerah) silakan shar website LekAd Klik di SINIhttp://i.ixnp.com/images/v6.59/t.gif.atau GIH Foundation Klik di SINI.

1 komentar:

  1. As.Alaikum....Diharapkan pemerintah Kab/Kota di Indonesia mengikuti aturan SNI TPA ini, agar sampahnya tidak membawa masalah...Ikuti SNI, Insya Allah akan membawa berkah...Amin...

    BalasHapus

Terima Kasih Atas Kunjungan dan Partisipasinya di Lekad News....Sukses untuk Anda