Aktifitas LM3 Model GMIM Nafiri Manado_dok.Rul |
Pada abad ke 18, Robert Malthus pernah meramalkan bahwa pertumbuhan penyediaan pangan (pertanian) tidak bisa mengimbangi pertumbuhan permintaan akan pangan (jumlah penduduk). Dikatakan bahwa sumber pangan tumbuh menurut deret hitung sedangkan jumlah penduduk berkembang menurut deret ukur. Deret ukur lebih cepat dari deret hitung sampai pada akhirnya bertemu pada satu titik dimana pada saat itu pangan tidak akan cukup lagi untuk menopang kebutuhan hidup manusia. Namun, Malthus akhirnya gagal dalam hipotesanya karena ada faktor X yang maju kedepan, yakni inovasi teknologi.
Dengan berkembangnya inovasi teknologi dan revolusi industri, maka penyediaan pangan naik lebih cepat daripada pertambahan manusia. Dengan landasan ini maka pada tahun 1960-an lahirlah Revolusi Hijau (Green Revolution) dalam bidang pertanian yang mampu mendemonstrasikan bahwa produksi pangan dapat ditingkatkan secara dramatis dengan menggunakan : (1) varietas unggul, terutama padi dan gandum (2) pupuk dan pestisida kimia sintetis; (3) sistem pertanaman monokultur; dan (4) ditanam pada lahan subur. Karena keunggulannya itu maka paket teknologi ini diadopsi secara cepat dan meluas ke seluruh dunia, baik di Negara maju maupun berkembang.
Namun pada akhir tahun 1970-an, masyarakat global mulai mempertanyakan manfaat Revolusi Hijau tersebut. Tumbuh kesadaran dalam masyarakat bahwa sistem pertanian yang dianut tersebut tidak bisa lestari (unsustainable) karena dalam prakteknya dilakukan dengan: (1) sistem pertanian monokultur; (2) penggunaan pupuk dan pestisida sintetis yang berlebihan; dan (3) kurang mengindahkan praktek konservasi sumberdaya alam.
Sayur Organik_dok.Rul |
Banyak bukti menunjukkan bahwa praktek pertanian yang eksploitatif tersebut menyebabkan peningkatan degradasi tanah yang pada akhirnya menyebabkan penurunan produktivitas dan kualitas sumberdaya pertanian itu sendiri. Di samping itu, tumbuh pula kekhawatiran tentang pengaruh bahan kimia yang digunakan dalam kegiatan usahatani pada keamanan dan kualitas pangan (food safety and quality), kesehatan manusia dan hewan, serta kualitas lingkungan.
Karena adanya kekhawatiran inilah maka tumbuh dan berkembang individu-individu dan kelompok-kelompok organisasi yang menyuarakan gerakan untuk mempraktekkan usahatani alami (natural farming method) yang akrab lingkungan dengan berbagai istilah seperti “organic”, “biological”, “natural”, “ecological”, “biodynamic”, atau “alternative”, yang selanjutnya berkembang menjadi pertanian organik seperti saat ini.
Bersambung.............(ikuti terus di Blog ini)
(by: H.Asrul Hoesein_Konsultan LM3 Model GMIM Nafiri dan P4S Pelangi Kota Manado)
Regionalisasi (kerjasama antardaerah) dalam pengelolaan sampah. Konsep Pengelolaan Sampah Regional Terpadu atau Pertanian Terpadu Bebas Sampah (Integrated Farming Zero Waste) oleh Gerakan Indonesia Hijau (GIH) Foundationbekerjasama dengan NGO Lekad (Baca di LekadNews dan Klik di SINI atau Klik di SINI).
Atau membutuhkan konsep riel Regionalisasi Persampahan ini bisa email ke Klik di SINI atau di SINI atau kontak person ; 085215497331 (GIH Foundation^LekadNews). Dan regionalisasi (kerjasama antardaerah) silakan shar website LekAd Klik di SINI.atau GIH Foundation Klik di SINI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Atas Kunjungan dan Partisipasinya di Lekad News....Sukses untuk Anda